“fan, aku rasa kita harus putus. Aku mau serius belajar untuk ujian
nasional nanti, aku juga mau kamu serius belajar”
“ta..tapi al. Emang harus putus?”
“iya fan” ucapnya meninggalkan ku dengan jutaan pertanyaan yang
melingkar-lingkar diatas kepalaku.
Whaaaaa!!!
Aku terbangun dari mimpi buruk ku! sial, mimpi ini lagi! padahal, sudah dua
bulan yang lalu kejadian itu terjadi, tapi mimpi itu selalu datang setiap
malam. Apa maksudnya!
Wait a sec, jika aku terbangun tanpa di bangunkan
oleh mama, berarti aku berhasil bangun pagi!
Yeeee!! sorak soray hati ku bergembira, hari ini aku berhasil bangun pagi
dan tak akan telat datang kesekolah. Segera aku berlari menuju kamar mandi yang
berada di lantai bawah, menyapa mama yang sedang sibuk-sibuknya di dapur
“mama!!”
“tumben bangun pagi? Ada apa?”
Hah ada apa? Apa-apaan sih mama, bangun pagi kok di bilang ada apa,
bukannya senang kalau anaknya bisa bangun pagi tanpa dibangunkan oleh mama
semenjak aku mulai masuk sekolah TK. Oho, memalukan ya.
Aku mengangkat bahu meninggalkan mama menuju kamar mandi. Setelah beres,
mandi, berganti pakaian dan menyiapkan perlengkapan yang akan ku bawa
kesekolah, segera aku turun untuk menikmati sarapan yang hari biasanya aku bawa
kesekolah karena jika aku makan dirumah, akan membuat pak hendra, guru killer
di sekolah mengeluarkan uratnya.
Dengan segera aku duduk disamping papa yang sedang menikmati roti dan
kopinya. Ku lihat mama, masih dengan tatapan heran
“kenapa sih mah?”
“kamu lupa ngerjain pr ya fan?”
“enggak ada pr kok mah”
“kenapa bangun pagi? Pasti ada sesuatu”
Astaga, mama!
“anaknya bangun pagi, harusnya kan seneng”
sela papa yang lembut dengan logat ke jawa-jawaannya
“iya tapi kan pah..”
“eh, ma. Aku berangkat dulu ya!”
“tukan! Pasti ada pr yang belum dikerjain”
Tak ku gubris ocehan mama, segera aku berlari menuju jalan raya yang berada
di depan gang. Menyegat angkot yang akan membawa ku ke sekolah. sengaja, aku
tak ingin papa mengantarku sampai sekolah. karena, aku ingin mencoba sekolah
dengan menggunakan kendaraan umum. Sekalian, membantu mengurangi polusi udara.
Angkot yang kunaiki berenti tepat didepan sekolahku, ahh ku lihat sudah ada
pak hendra yang pastinya menunggu bel masuk untuk segera menghukum anak murid
yang terlambat nantinya.
Ku langkahkan kaki menuju gerbang sekolah, memasang senyum selebar-lebarnya
pada pak hendra
“pagi pak hendra”
Pak hendra melotot kaget melihat aku 15 menit sebelum bel berbunyi sudah
sampai disekolah.
“loh? Kamu tumben....”
“udah pak stop. Mama saya aja heran pak, bahkan ya pak, saya juga heran”
Ucapku berlari kecil meninggalkan pak hendra.
Ohh, jadi begini suasana pagi di sekolah, cukup ramai. Ya, ramai dengan
anak-anak tipe kutu buku seperti mereka yang duduk di kursi-kursi yang sudah
disediakan untuk membaca. Sekolah ini cukup aneh, membuat tempat duduk khusus
untuk membaca buku dengan rak koran yang sangat update setiap harinya.
Aku juga ingin ah, belum tentu besok aku bangun pagi lagi. jadi aku harus
mencoba semua aktivitas anak-anak yang datang pagi-pagi ini.
Ku ambil sebuah novel teenlit
yang selalu ku bawa dan tak pernah ku baca ini. Aku coba baca dengan aroma pagi
yang indah. Jadi ini enaknya datang pagi, sama saja dengan siang, hanya saja
siang sedikit panas. Sedikit aja gak banyak.
“fanny”
seru orang dibelakangku yang tak lain adalah aldy
ho? Aldy? Kenapa dia disini
“iya, kenapa al?”
“enggak apa-apa, aku biasa duduk disini”
What! Apa jangan-jangan, anak-anak kutu buku disini sudah mencup tempat duduk mereka masing-masing,
tapi kan aku terlebih dulu datang disini walau baru pagi ini, sih. Dan, dan aku baru tau, kalau aldy
anak seorang kutu buku
Yah, sebenarnya disekolah ini, ntah siapa yang memulai dan siapa yang
menciptakan. Terdapat satu golongan yang mereka sebut anak kutu buku. Bukan masalah mereka datang pagi, tapi karena
mereka selalu meramaikan pagi ini dengan membaca di tempat duduk yang sedang
kutempati ini dan meramaikan perpustakaan disiang hari saat istirahat atau
meramaikan sorenya untuk les khusus dengan kakak kelas yang anak kutu buku juga. Sebenarnya, itu
adalah sebuah klub buku yang berdiri disekolah ini. Namun anak-anak yang lain
termaksud aku pun, menyebut mereka anak
kutu buku.
“eh, tapi kan, aku duluan duduk disini al”
Aldy tersenyum, duduk didepan ku.
“maksud aku, aku biasa duduk disini untuk baca buku, kalau kamu fikir aku
mau ambil tempat duduk kamu, itu salah. Semua kan bebas duduk dimana aja”
Aldy terlihat dewasa, dan cakep juga. Sayangnya kami harus putus dua bulan
yang lalu
“aldy, biasa duduk disini setiap pagi?”
Aldy mengangguk, tersenyum dan melihatku lagi. alangkah, auranya sangat
terpancar
“iya, dari kelas satu. Aku baru liat kamu disini”
“eh, iya. Aku gak pernah dateng sepagi ini. Aldy, waktu pacaran sama aku,
kamu juga suka baca buku?”
Aldy tertawa, apa maksudnya? Apa aku salah ucap?
“kenapa al? Salah ngomong ya?”
“oh, enggak kok haha. Iya sering kok disini. Setiap hari”
Ahh, pantes saja selama aku berpacaran dengannya tak pernah ada sisi
romantisnya. Rupanya dia anak kutu buku yang selalu datang pagi tidak seperti
aku yang sudah digolongkan menjadi anak nakal karena selalu datang terlambat
setiap hari
Aldy merubah raut wajahnya, terdiam dan sedikit menunduk. Mengapa? Pikirku
“fanny, aku mau minta maaf. Untuk waktu itu aku..”
“ah, enggak apa-apa”
“tapi, aku gak bermaksud nyakitin kamu. Aku cuman ragu aja..”
“ragu?”
Aldy terdiam, menghela nafas panjang
“sebenernya, aku masih sayang tapi..”
“tapi?”
Oho, momen apa ini? Indah sekali, belum pernah aldy berbicara seperti ini.
Bahkan, selama satu tahun aku berhubungan dengannya, kami tak pernah mengobrol
secara dekat begini
“aku ngerasa, kamu jauh dari aku”
“hah? Jauh? Padahal kan aku di depan kamu”
“bukan, bukan”
Aldy lagi-lagi menunduk
“kamu terlalu populer, sedangkan aku cuman anak kubu yang pastinya kamu
baru tau sekarang. Iya kan”
Aku mengangguk, namun sebenarnya aku tak tau maksudnya
“aku ikut basket, semua karena aku mau ngejer kamu yang cukup populer...”
“populer? Populer tukang telat maksudnya?”
Aku menggeram kesal, sedikit.
“bukan, setiap anak laki-laki di kelas aku selalu ngomongin kamu, mau jadi
pacar kamu atau pingin deketin kamu. Maka dari itu, aku ikut basket supaya bisa
dianggep sama kamu. Tapi...”
“tapi?”
“aku gak bisa lakuin suatu hal yang bahkan bukan diri aku. Selama satu
tahun ini, aku ngerasa kalau aku bukan diri aku yang sebenernya”
Aku mengerti maksudnya, perbedaanlah yang menjadi sumber masalah yang ada
di hubungan kami
“yaudalah jangan dipikirin lagi ya”
Aku tersenyum, sebenarnya, ingin aku katakan kalau aku masih menyayanginya
dan kembali merajut hubungan, tapi bukankah dia duluan yang ingin putus dengan
ku. ahh, yasudahlah biarkan saja.
Kring...Kring...
Bel berbunyi, memaksa aku untuk bangun dari kursi yang ku duduki. aldy pun
mengikuti. Aku dan aldy berbeda kelas. Aku yang berada di kelas 12 IPA-3
sedangkan dia di kelas 12 IPA-1 yang menjadi kelas terpintar dari 4 kelas
lainnya.
Aldy tersenyum, membuat hati ini tersentuh
“aku ke kelas duluan ya”
Aku mengangguk, kelas aldy berada di bawah kelas ku, kelas 12 IPA-1 dan
kelas 12 IPA-2 berada dibawah sedangkan kelas 12 IPA-3 dan 12 IPA-4 berada
dilantai atas. Aku berjalan menuju kelasku. Sudah ada putri yang menjadi
sahabat ku dari kelas 10. Dan jangan salah, putri juga termaksud anak kubu.
“fanny”
Panggilnya ceria dari balik tempat duduknya
“tumben gak telat. Itu kan yang mau lo omongin!”
“ahh fanny, tau aja hehe” ucapnya yang terus tersenyum itu
“kenapa lo senyum-senyum?”
“enggak apa-apa, hari ini mau temenin ke mall gak?”
What!! Mall??? Astaga baru ini putri bicara seperti itu, ahh pasti ada
diskon buku besar-besaran deh, maka itu ia mau pergi ke mall, secara dia anti
dari keramaian selain ramainya di toko buku.
“mau ngapain?”
“kok ngapain? Ya shopping”
Ho? Shopping? Aku pegang kepala putri untuk mengecek suhunya
“lo sakit ya?”
Aku heran, kenapa dia mendadak aneh
“enggak, ada sesuatu yang mau gua beli”
“buku?”
“bukan, gua udah banyak buku. Pokoknya pulang sekolah. oke!”
Aku mengangguk, sebenarnya aku heran. Apa maksudnya dia tiba-tiba ingin
mengajak ke mall
Pelajaran berlangsung dengan cepat, begitupun bell pulang sekolah. tak sabar
putri menungguku di depan pintu kelas.
“cepet dong”
“sabar kali, gua kan lagi beresin buku dibawah laci yang udah
berbulan-bulan gua tinggal’’
Putri mendengus. Astaga sebenarnya, apa yang ia sedang alami? Puber? Haha!
Kami menuruni tangga bersamaan, tertawa karena sikap putri yang mendadak
membicarakan soal pakaian.
Seketika, tubuhku menabrak sesuatu yang cukup keras. Aldy!
Putri tersenyum
“gua duluan ya, gua tunggu gerbang”
“eh eh..”
Apa maksudnya putri ini, padahal kan dia tau, aku dan aldy sudah putus dua
bulan yang lalu
“ak..aku mau kejer putri dulu...”
Aldy mengangguk tersenyum. Astaga semakin kesini, semakin terpancar
auranya.
Aku segera menyusul putri yang berjalan cukup cepat.
“putri!!”
Panggilku dengan keras, putri menoleh. Tertawa sendiri
Aku menaikan satu alis mata ku
“udah balikan?”
“who?”
“ya lo dan aldy!”
“apaan sih lo, udah sekarang katanya mau ke mall, mau pake baju sekolah
gini atau mau....”
“eh, fanny, maaf banget. Gua lupa banget. Hari ini ada janji sama nyokap
untuk balik cepet. Huh padahal gua udah pingin banget shopping”
Aku menghela nafas panjang
“enggak apa-apa kan?”
“iyaaaa!!!”
Terdengar suara klakson mobil yang membuat mata kami secara bersamaan
menuju ke sumber suara
“gua dijemput, dah fanny”
Aku mengangguk. Melihat ke arah matahari, astaga panasnya untuk berjalan ke
arah parkiran motor di belakang sekolah.
Aku berjalan perlahan, menuju parkiran motor di area sekolahku.
Aku mencari motor ku yang biasa aku parkirkan dipinggir agar gampang untuk
keluar, namun di setiap sudut tak ku temukan matic putihku itu. astaga,
bagaimana ini, motorku hilang. Aku berusaha menahan air mata yang mengalir.
Tiba-tiba saja sebuah tangan menepuk pundakku membuat mata ini terbelalak
Ku balikkan badanku untuk melihat siapa yang telah menepuk pundak ku secara
perlahan itu. aldy? Lagi?
Dengan tampang dinginnya, dan rapihnya baju yang ia kenakan walau sudah
habis jam pelajaran, kacamata yang tak pernah ia lihat sebelumnya membuat aldy
tampak beda, dasinya yang masih rapi terlilit di kerah bajunya. Dan sebuah
headshet putih menempel di telinganya. Astaga, kenapa aldy tampil sempurna.
“kenapa diem disini?”
Air mata ku keluar, tak sanggup untuk berkata kalau motor ku sudah hilang.
“eh, kenapa, kok, tiba-tiba gini”
Aldy seketika heran dan panik. Alangkah malunya aku, disaat seperti ini.
Bahkan saat aku menjalin hubungan dengan aldy, air mata ini tak pernah jatuh
sedikit pun. Maklum, aldy yang begitu baik pun susah untuk dilupakan hingga
sekarang.
“motor aku ilang al, biasanya aku
taruh disini”
“loh kok bisa, udah jangan nangis, ayo kita tanya babe siapa tau dia lihat”
Aldy menarik tanganku, seraya membawaku ke pos satpam
Tiba-tiba pak hendra datang dengan membawa tongkat yang biasa untuk
menghukum murid-muridnya
“apa-apaan ini!!”
Bentaknya mengagetkan kami
“i..ini pak..”
“aldy! Kamu apakan fanny, ikut saya ke kantor”
“tung..tunggu pak”
Hentiku menahan pak hendra menarik aldy yang bahkan tak bersalah
“aldy gak salah pak”
Pak hendra mengerutkan alisnya
“berusaha membela ya”
“bukan pak, jadi gini, motor fanny hilang pak”
“hilang?”
Pak hendra seketika menatap penuh heran, mungkin kenapa bisa hilang
pikirnya
“motor fanny?”
Aku mengangguk lemas
“bukannya tadi kamu berangkat gak bawa motor? Tadi pagi kamu sapa saya di
gerbang kan”
Astaga,astaga! Aku lupa, motor, aku lupa. Aku kan naik angkot dan, betapa
malunya aku
Aldy, mengerutkan alisnya, pak hendra menggelengkan kepalanya
“fanny, kamu masih kecil sudah pikun! Sudah sana cepet pulang”
Pak hendra meninggalkan kami, mungkin pikir pak hendra, aku sudah gila
karena motor saja aku lupa
Aldy melihatku, rasa menahan tawa
“maaf ya al, aku pulang dulu”
Ucapku menunduk, menahan malu. Ahh, untuk pertama kalinya, aldy melihat air
mata ku ini.
Aldy menarik tangan ku, menahan ku untuk tidak melangkah cukup jauh.
“kenapa al?”
“pulang bareng?”
Hoo? Baru ini aldy mengajak ku pulang bareng, kok bisa seorang aldy berubah
menjadi lebih berani
“engg, gak deh”
“karena kamu udah di depan aku, gak baik untuk nolak”
Aldy segera membawa motornya di hadapanku, menyuruhku untuk segera naik.
Aldy melajukan motornya setelah aku naik ke atas motor besarnya.
Perjalanan mulus, membawa aku sampai ke depan rumah tanpa ada obrolan yang
membuat aku bingung
“makasih ya al”
Aldy menganguk, meninggalkan ku dengan cepat dari depan rumahku. Ahh,
memang hanya ingin sekedar mengantarkan pulang. buktinya, dia tidak mengajak ku
berpacaran lagi.
Ahh, kenapa jadi berfikir seperti itu, tapi jujur saja, aku masih sangat
ingin berpacaran dengannya lagi. tapi, kan dia anak kubu. Toh, kemarin dia
sudah bilang, kalau dia tidak akan melakukan hal yang tak ingin dia lakukan,
seperti ikut tim basket sekolah. padahal cara bermainnya cukup bagus, tapi
sayang dia memilih untuk menjadi anak kubu. Apa kata anak yang lain, jika tau
aku berpacaran dengan anak kubu!
“assalamualaikum..”
Ucapku sebelum masuk ke dalam rumah, mama
menyambutku seperti biasa
“gimana sekolahnya? Gak telat kan karena
naik angkot? Kenapa gak minta anter papa sih, main kabur aja”
“mama, aku laper, mau makan. Mama nih nanya
mulu, aku gak apa-apa. Lagian, aku mau mulai sekarang bangun pagi dan berangkat
naik angkot”
Mama melanga mendengar perintahku
“motor kamu rusak ya?”
Aku menggeleng
“kamu di ledekin temen-temen kamu kalau
kamu dianter ke sekolah?”
“enggak mama enggak. Udah dong,
tanya-tanya aku gitu. Aku kan udah gede. Aku bentar lagi 17 tahun, jadi wajar
kan aku mau mandiri dan mau ke sekolah naik angkot. Lagian juga ma, kasian
tukang angkot kalau semua naik motor, ntar dia gak laku lagi”
Aku berjalan menjauhi mama, menuju kamar
dan mengganti pakaianku. Aku bertekat, mulai besok aku akan berangkat pagi dan
mengharumkan nama ku didepan pak hendra. Aku tersenyum licik
Segera mungkin aku menghabiskan makan
siangku, mama heran dengan tingkahku hari ini, mendadak rajin katanya, padahal
biasa saja.
Telpon rumah berbunyi, aku berlari
mengangkatnya sebelum mama mengangkat, aku takut jika itu aldy, bisa-bisa mama
menuduh yang tidak-tidak.
“halo..”
“halo,
fanny ya? Ini putri”
Aku menghela nafas, untung saja itu putri
tapi kenapa aku berfikir tentang aldy
“ada apa put?”
“ayo
shopping”
“sekarang?”
“yup!
Ketemuan aja gimana?”
“males ah, kapan-kapan aja ya”
Ucapku seraya menutup telpon dengan
segera. Huh, ntah mengapa aku malas sekali jalan-jalan seperti dulu, ku
langkahkan kaki ke halaman belakang dan mengambil novel teenlit yang sedari dulu menjamur diatas rak buku mama.
Aku terkesima, seenak inikah membaca buku?
Seperti mempunyai kehidupan sendiri, asing menurutku tapi rasanya aneh. Aku
suka! Fix aku suka membaca buku sekarang. Banyak banyak aku membaca buku hingga
mama tambah heran terhadap tingkah anaknya yang mulai berubah drastis
Hari-hari ku pun berubah, aku datang pagi,
menyapa pak hendra dan duduk di area anak kubu. Astaga, sensasi apa yang aku
rasakan? Sehingga, begitu nyaman aku berada di sekolah untuk membaca buku.
Dikelas pun, putri heran, kenapa aku berubah menjadi suka membaca buku. Bahkan,
koleksi novel putri pun ku pinjam semua.
Sudah seminggu, aku melakukan rutinitas
ini, datang pagi, menyapa pak hendra dan mulai membaca buku di area anak kubu,
dan bertemu aldy pastinya. Aku senang, bersemangat jika semua sudah bertemu
dengan aldy. Sore ini, aku dan aldy belum pulang. biasa, masih asik membaca
buku yang baru ku pinjam dari putri.
Aldy pun begitu, membaca komik yang selalu
ia beli 3 hari sekali. Tak jarang, kami pergi ke toko buku bersama. Hey, ini
menyenangkan!
Aku tertawa, membaca cerita bergenre comedy romance ini. Aldy melihatku heran
“apa sih?”
Aku meliriknya sekilas tanpa menggubris
ucapannya
“seru banget ya”
“haha, gomen,
gomen”
“sok jepang, apaan sih itu”
“novel lah, kenapa?”
“segitu pentingnya ya sampe gak hirauin
yang di depan mata?”
“bukannya, kamu juga lagi asik sama bacaan
kamu”
Aku memasang wajah ngambek, hah, ku pikir,
kenapa perasaan cinta itu beranak pinak!
Aldy menatapku, aku bertanya-tanya, apa
ada ucapan penting yang akan ia katakan
“aku sayang kamu”
Wooow!! Apa maksudnya ini ._.
“maksudnya?”
“engg, enggak. Aku cuman mau ngomong gitu
aja”
Hah, ku pikir. Ia akan menembak ku. atau
aku saja yang menembak? Hah, lol. Itu tak akan mungkin!
Sunyi menyelimuti kamu, berbeda dengan
posisi tadi, setelah aldy berbicara seperti itu. rasanya aneh.
“aku seneng kita punya hobby yang sama,
maka itu aku sayang kamu”
Aldy melanjutkan ucapannya, tapi apa
maksudnya. Aku berusaha mencerna
“jadi, kalau kita gak satu hobby, kamu gak
sayang aku”
Aldy terdiam, dan..
Menggeleng
“aku gak tau”
What!! Apa maksudnya lagi aldy itu,
menurutku itu kejam. Namun aku berusaha tersenyum. Padahal aku kira, aldy anak
yang baik. Tapi rupanya dia egois. Dia hanya mementingkan keinginannya, jika
aku tidak memiliki hal yang sama dengannya seperti suka membaca buku, ia tidak
akan berada disini sekarang, dihadapan ku. aku tak tau, keputusan apa yang
harus aku perbuat. Mungkin, akan lebih baik jika aku bertanya pada putri.
“aku, pulang duluan ya”
Ucapku, mengagetkannya
“pulang?”
“iya..”
Aku segera, membereskan buku yang
berserakan diatas meja, dengan cepat aku ingin meninggalkannya
“aku anter ya?”
“gak usah, aku pulang sendiri aja, gak
enak kalau di anter terus. dah al”
Aku tersenyum , aldy pun tersenyum. Ah,
pernyataan apa itu maksudnya. Aku tak mengerti!
“aku
seneng kita punya hobby yang sama, maka itu aku sayang kamu”
“jadi,
kalau kita gak satu hobby, kamu gak sayang aku?”
“aku
gak tau”
Selalu terlintas percakapan itu hingga
hari ini, sudah dua hari aku tidak duduk di area anak kubu, dan sudah dua hari
pula aku tidak mempertemukan diriku pada aldy
“bengong aja!”
Kaget putri yang menyadarkanku siang ini
“hari ini tumben kesiangan?”
Aku terdiam, putri masih tidak mengerti
“kenapa? Ada apa”
Tanya putri berusaha membujuk, aku
ceritakan kejadian sore dua hari yang lalu itu pada putri, dengan seksama, putri
mendengarkan ceritaku
“what! Jadi aldy bilang gitu?”
Aku mengangguk
“aneh banget, dia sayang karena lo sama
dia satu hobby, berarti selama itu lo pacaran sama dia, dia gak sayang gitu”
Aku menggeleng “gak tau put”
Ku dengar, putri menghela nafas
“yaudah, berarti, lo dan dia beda!”
“maksudnya beda?”
“ya beda, lo dulu mau pacaran sama dia
karena dia anak basket kan? Dan setelah lo tau dia rupanya anak kubu alias kutu
buku kaya gue, lo gak mau kan”
Aku mengangguk namun masih belum mengerti
“dan sekarang, lo suka baca buku karena
menurut lo baca buku itu enak, dan aldy suka setelah dia tau kalau sekarang lo
suka baca buku”
Aku mengangguk, namun juga belum mengerti
“terus?”
“duh, bego bego, fanny!! Ya artinya kalian
itu gak bisa sama-sama! Lo sama dia beda, lo suka cowok yang bukan anak kubu
sedangkan dia anak kubu banget!! Gua tau banget dia. Dan dia? Suka cewek yang
sehobby sama dia, sedangkan lo enggak”
“gua sehobby sama dia, buktinya kita
sama-sama suka baca buku”
“ya sekarang? Besok besok waktu lo udah
bosen baca buku gimana?”
Aku berfikir, namun masih belum mengerti
“udah, intinya fan. Lo sama dia itu
BEDA!!”
Mendengar ucapan putri yang begitu yakin
dengan ucapannya, membuat aku berfikir untuk mengatakan yang sebenarnya pada
aldy.
Sore ini, seperti biasa. Aldy duduk di
area kubu untuk menghabiskan bacaannya. Aku menghampirinya dengan penuh berani
“al..”
Aldy menengok dan tersenyum, astaga
senyuman manisnya itu yang membuat aku tak tega untuk menyakitinya
“eh, fan. Kemana aja sih? Dua hari ini gak
pernah mampir kesini”
“haha mampir? Udah kaya warung kopi aja”
Aldy tertawa dan meneruskan bacaannya
“al... kayanya kita gak bisa deket lagi”
Aldy serentak kaget akan ucapan fanny yang
bahkan fanny sendiri tak tau maksud dan tujuannya bicara seperti itu
“kenapa?”
“kita beda, kamu suka deket dengan aku
karena aku akhir-ahir ini punya hobby yang sama kan dengan kamu”
Aldy masih tak mengerti dan masih ingin
mendengar penjelasan fanny
“kalau suatu saat nanti, aku gak punya
hobby yang sama dengan kamu, pasti suatu saat nanti juga kamu bakal menjauh
kaya kejadian dua bulan yang lalu, kamu putusin aku karena kamu ngerasa kita
beda”
“ak..aku gak..”
“aku tau, kamu mau ngomong gak tau, iya
kan? Aku juga gak tau al. Aku juga sayang sama kamu tapi jauh dari lubuk hati
aku, aku gak bisa nerima cowok kubu kaya kamu!”
Kata-kata kejam itu membuat mata aldy
sedikit berlinang
“jadi gitu yang kamu fikirin tentang
kita?”
Aku mengangkat bahu, tak tau harus apa
yang aku ucapkan lagi
Aldy bangun dari tempat duduknya,
membereskan buku yang ia baca dan membawanya pergi meninggalkan ku. aku melihat
tubuhnya dari belakang. Berjalan dengan gagahnya menjauhi ku.
Mungkin, memang ini jalan yang harus aku
lakukan. Aku lelah, jika harus menyatukan perbedaan yang bahkan tak bisa kami
satukan. Tapi, aku juga sangat masih mencintainya. Sangat.
“gimana?”
Tanya putri siang itu, meyakinkan apakah
hati ku baik baik saja
Aku mengangkat bahu, putri menghela nafas
(lagi)
“jangan sedih dong, mau gimana pun, yang
namanya udah beda ya gak bisa di satuin. Kaya air sama minyak, iyakan?”
“tapi, gua ini sayang sama dia put.
Seminggu ini gua seneng karena bisa deket sama dia, ya walau kerjaannya cuman
baca aja”
“iya fanny, gua tau. Tapi setelah mood lo
baca itu hilang. Gimana? Dia pasti bakal ninggalin lo lagi kaya dulu”
Aku mengerti, putri hanya ingin yang
terbaik untukku. Kalau pun aldy menyukaiku tanpa aku harus mempunyai hobby yang
sama, aku belum tentu mau berpacaran dengannya. Toh, aku tidak suka dengan
lelaki kubu seperti dia!
Pelajaran berjalan cepat seperti biasanya.
Aku pulang lebih cepat sekarang. Tak pernah ku temukan diriku pada aldy.
Semenjak kejadian itu berlalu, aku ragu untuk mendekatkan diri pada aldy. Pasti
dia juga sudah membenciku. Bagaimana tidak, aku membentaknya seperti ibu
kandung yang memaki anaknya sendiri
tapi
jauh dari lubuk hati aku, aku gak bisa nerima cowok kubu kaya kamu!
aku
gak bisa nerima cowok kubu kaya kamu!
cowok
kubu kaya kamu!
kubu
kaya kamu!
kubu
kaya kamu!
Hah, kata-kata kejam itu selalu berputar
dikepalaku. Padahal ini sudah satu bulan yang lalu semenjak kejadian
menyakitkan itu. aku harus fokus pada ujian nasional ku yang tinggal 3 bulan
lagi. namun, hati ya hati. Tak akan ada yang bisa merubahnya. Aku berfikir
banyak malam itu, bagaimana caranya, agar aku bisa mengembalikan semua seperti
semula tanpa mengubah hobby kami masing-masing
Malam itu pun, aku bertekat untuk
menemuinya besok!
“ma, pa, aku berangkat ya!!”
“angkot lagi”
“yup!”
Aku berlari cukup bersemangat menuju
sekolah, dengan perasaan yakin, aku mantapkan setiap langkah menuju sekolah.
“pagi pak hendra!”
Pak hendra tersenyum melihatku tak pernah
terlambat kesekolah lagi, dan peringkat ku juga membaik.
Aku berjalan melewati area kubu yang akan
kusulap sebentar lagi
Aku letakan tas di lantai atas dan
membawa peralatan yang akan gunakan pagi
ini.
Aku datang sangat pagi hari ini, 30 menit
sebelum bel masuk, dan area kubu masih sangat sepi.
Ku copot tulisan AREA MEMBACA yang menyangkut di pohon. Ku hias meja dengan beberapa
rangkai bunga yang sudah kubawa dari rumah. Yah malam itu, aku bertekat untuk
mengubah area kubu ini menjadi untuk umum, rasanya egois jika hanya orang yang
senang membaca yang boleh duduk disini. Ku jadikan tempat ini menjadi sebuah
cafe outdoor. Astaga, cantiknya jika di beri pemanis seperti ini. Semoga mereka
sadar bahwa tempat ini berubah dan tidak lagi untuk anak kubu.
Jam istirahat pun berbunyi, aku turuni
anak tangga yang menuju lantai bawah tersebut. Aku berjalan melewati koridor
menuju area kubu yang sudah ku ubah tersebut. Astaga, mataku terbelalak melihat
banyaknya anak-anak yang duduk disana. Aku tak tau, kenapa tidak ada anak yang
membaca disana.
Tiba-tiba saja, seseorang yang biasa
mengunjungi area kubu lewat dihadapanku
“hei hei, rara!”
Rara menoleh, menatapku dengan tatapan,
mengapa?
“ada apa ya?”
“kok tumben gak kesana?”
Rara menghela nafas
“gimana bisa kesitu, kalau dipenuhin
anak-anak yang suka teriak dan cekakakan gitu”
“loh emang kenapa? Bukannya kita harus
membaur ya? Emang lo gak tau, kalau kalian itu di bilang anak kubu alias kutu
buku” ucapku remeh
“aku tanya, emang bisa baca buku di antara
orang ramai gitu. Perpustakaan rame banget karena klub buku gak ada tempat
untuk baca! Mungkin kamu pikir lebay tapi gimana kalau kamu udah punya hobby
yang melekat di hati kamu, kamu kan hobby teriak-teriak di pinggir lapangan
nyemangatin cowok main basket, kalau misal itu dilarang pasti kamu anggep itu
gak asik kan? Begitu juga kami!”
Aku panas, mendengar rara menyebutku hobby
teriak-teriak di pinggir lapangan, memang dia pikir aku wanita seperti apa?
Dasar wanita sok suci!
“maksud lo ngomong gitu apa!”
Bentak ku seraya mengayunkan tanganku
untuk mendarat dipipi nya yang mulus itu.
Namun, terasa tangan ini terhenti setelah
sebuah tangan yang cukup keras menghentikan aksi ku. aldy! Lagi-lagi aldy! Rara
menangis dan berlari setelah itu. tinggal lah aku berurusan dengan lelaki ini!
“mau jadi jagoan!”
“dia duluan, apa maksudnya dia bilang gua
cewek yang suka teriak-teriak di pinggir lapangan!”
“tapi memang kenyataan kan”
Astaga, aldy seperti mengiris-ngiris hati
ini, sakit!
Aku tak bisa berkata apa-apa lagi, niatku,
hari ini ingin memperbaiki semuanya tapi, kenapa jadi seperti ini
“aku tau, kamu kan yang buat area baca
jadi cafe outdoor gitu!”
“iya emang kenapa!! Gua cuman gak mau, ada
perbedaan antara anak kubu dengan yang lainnya. Seakan-akan kalian egois ingin
menguasai sendiri untuk kepentingan
kalian!”
“sekarang kamu pikir, baca buku diantara
keramaian. Apa bisa?”
Aku terdiam, aku tau aku salah, tapi aku
tak mau di salahkan. Helooowww!! Hari ini aku ingin, memperbaiki semuanya
“jawab!!”
Aku berlari, air mata ku mengalir. Teganya
aldy membentakku. Untuk pertama kalinya. Ahh, apa salah aku ingin terlihat
semuanya adil?
Ahh, pelajaran kali ini terasa sangat
lambat, ingin rasanya aku putar waktu agar tak terjadi adegan menyakitkan
dengan aldy. Ahh, aldy kenapa sih bayangannya tidak pernah bisa lepas dari otak
ku.
Bell pulang berbunyi, aku menghela nafas
panjang. Akhirnya... pikirku
Putri melihatku heran
“kenapa?”
“enggak, put, lo kan anak kubu..”
“dulu, sekarang enggak!”
“iya iya, dulu. Kenapa lo suka baca dan kenapa keluar?”
Putri terhenti sebentar dari aktivitasnya
“gua suka baca karena hobby, terus gua
masuk klub buku, kenapa gua keluar, jawabannya satu”
Aku menunggu, “apa?”
“karena bosen”
Hah? Jawaban macam apa itu? jahat, aku
sudah serius
“haha, lagian apa yang salah sih dengan
anak kubu alis kutu buku, baca buku kan bagus, nambah wawasan, pastinya mereka
kece dong karena tau segalanya dan pastinya lebih gaul di banding anak basket
yang taunya cuman basket aja? Iyakan haha tapi pilihan ada di lo, gua cuman
ingetin aja, perasaan nyaman yang buat lo sayang sama seseorang bukan karena
dia anak kubu atau anak basket, ya udah ya. Gua balik duluan. Suruh pulang
cepet nih, dah!” lanjutnya
Tak lama, putri sudah menghilang dari
pandangan ku. apa benar yang diucapkan
oleh putri tadi?
aku berjalan perlahan menuju pintu kelas,
rasanya enggan untuk pulang, apalagi hari ini aku tidak membawa motor. Ditambah
lagi suasana langit yang sama dengan suasana hatiku, MENDUNG! Ahhh, aku menghela nafas panjang, melihat kebawah
dari atas balkon. Aldy? Kenapa dia duduk disana
Aku segera turun, aku tak tau, kenapa aldy
duduk di depan kelas nya, bukan kah dia benci duduk disana karena berhadapan
langsung dengan lapangan basket
Aku berjalan menunduk, takut untuk
menegurnya. Seketika sampai di depan kelasnya, aku tak menemuinya namun tas nya
tergeletak di kursi taman yang menghadap ke arah lapangan basket tersebut
“kemana aldy?”
Aku mengelus dagu, ku dengar suara bola
basket yang memantul diatas tanah, kucari sumber suara. Kurasa semua anak sudah
pulang semua, namun siapa yang bermain basket
Aku berlari melihat ke arah lapangan
basket dan kulihat..
“aldy!!”
Panggilku yang tak ia gubris sama sekali,
mungkin masih marah. Namun kenapa dia bermain basket?
Ku letakan tas ku disamping tas aldy,
kuhampiri aldy perlahan. Berniat untuk meminta maaf, iya, meminta maaf!
Aldy menyadari dan menghentikan aksi main
basketnya
“kamu suka cowok yang main basket kan?”
Ucapnya seketika tanpa menoleh ke hadapku
yang berada dibelakangnya
“engg..”
“kamu suka cowok sporty kan?”
Aldy menghadapku, tatapan yang tak asing
itu aku rasakan lagi
“gak terlalu kok..”
Aldy menatap heran
“kamu juga, suka cewek yang sehobby sama
kamu, iyakan!”
Aldy menggeleng
“udah saatnya, aku mau bilang ini dari
awal”
“bilang apa?”
Aldy menghela nafas panjang sebelum
memulai penjelasannya
“gak masalah kamu anak yang suka baca buku
atau enggak, gak masalah kamu suka teriak-teriak dipinggir lapangan”
“terus?”
“aku cuman mau, aku jadi diri sendiri
dan...”
“aku tau, kamu cuman gak mau kan main
basket? Karena kamu gak suka main basket dan...”
Aku terhenti sebentar, mencoba mencari
kata-kata yang pas
“maafin aku, aku yang buat tempat kalian
baca jadi cafe outdoor, semata karena aku mau nyatuin semua supaya gak ada
golongan kubu yang jadi gosip anak-anak. Aku juga minta maaf, dulu aku gak tau kalau kamu gak
suka basket, dan maaf aku pernah bilangin kamu anak kubu, aku angkuh, aku
sombong, aku gak bisa liat orang dari hatinya tapi, aku sadar sekarang... kalau
perasaan aku ke kamu...”
“aku juga” suara aldy menghentikan
ucapanku
“aku juga, aku salah. Aku seneng saat kamu
punya hobby yang sama dengan aku, menurut aku itu asik. Tapi sedih rasanya kehilangan kamu yang sehobby dengan
aku, maka itu aku bilang kalau aku sayang kamu yang sehobby dengan aku. Tapi aku
gak sadar kalau hal itu nyinggung perasaan kamu. Maafin aku, aku cuman gak mau
aja lakuin hal yang aku sendiri gak mau lakuin, aku sadar kalau kita beda
jadi....” lanjutnya terhenti
“perbedaan memang yang buat kita salah
paham kaya gini, tapi apa mungkin perbedaan itu gak bisa menyatu?”
Aldy kaget, dia tak menyangka aku akan
berkata seperti itu, dalam fikirannya, aku sudah tidak ingin lagi menyatu
dengannya
“kadang perbedaan itulah yang buat suatu
hubungan menjadi lebih berwarna, dan juga saling melengkapi, hanya saja butuh
keberanian untuk mengungkapkannya” lanjutku
Tak ku sangka, aldy meneteskan air
matanya, aku tak menyangka, sungguh!
Aldy menggenggam tanganku dan mengucapkan
kata-kata yang aku tunggu selama ini
“ak..aku minta maaf atas semua sikap aku
ke kamu, sikap aku yang selalu gak berani ungkapin apa yang aku rasain,
perasaan yang selalu pingin deket kamu tapi selalu gak berani untuk ungkapin”
“aldy, ungkapin aja apa yang mau kamu
ungkapin”
Aldy terdiam, cukup lama. Aku menunggu, di
tengah lapangan basket yang menjadi saksi pengakuan aldy
“aku masih sayang sama kamu fan,apa kamu
mau buka lembaran di kertas putih baru sama aku?”
Aku hampir tertawa melihat aldy seberani
ini, tapi juga terharu melihat mata nya yang sudah berlinang
“al..”
“jawab fan..”
“pada akhirnya, yang terbaik akan selalu
pulang, iyakan”
Aku tersenyum, aku bahagia bisa mengatakan
hal itu. akhirnya aldy bisa meneteskan air mata bahagianya itu bersama turunnya
gerimis yang sedari tadi sudah membasahi kami. Tak ingin aku lewati momen aldy
menangis ini haha!
Hari-hari ku berjalan dengan baik, aldy
melakukan rutinitasnya dengan membaca dan aku selalu mendengarkan ceritanya
sehingga aku tak perlu membaca lagi. mungkin naluri lelaki, aldy tetap bermain
basket setelah itu. membawanya menuju perlombaan yang mengharumkan nama sekolah
kami menjadi juara 1 tingkat kota. Lomba terakhirnya menjadi pemain basket di
kelas 3. Dan ntah apa yang terjadi setelah kami lulus nanti, intinya sekarang
kami belajar bahwa perbedaan bukanlah penghambat dari sebuah hubungan. Status
sosial atau memiliki kesenangan yang sama bukanlah alasan untuk menyayangi seseorang tersebut, namun, perasaan nyaman
lah yang membuat cinta itu terbentuk. Believe
it or not? But this a reality!
No comments:
Post a Comment